TULANGBAWANG – Polemik seputar Surat Edaran (SE) yang dikeluarkan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Kabupaten Tulangbawang terus memantik perdebatan hangat di kalangan jurnalis. Minggu (26/10/2025)
SE tersebut dianggap menjadi sumber kontroversi karena dinilai membatasi ruang gerak media serta menimbulkan ketimpangan dalam kerja sama publikasi antara pemerintah daerah dan insan pers.
Momen 15 September 2025 menjadi hari bersejarah bagi dunia jurnalisme di Kabupaten Tulangbawang.
Ratusan jurnalis dari berbagai media lokal turun ke jalan menggelar aksi demonstrasi besar-besaran di depan Kantor Bupati Tulangbawang, menuntut agar kebijakan tersebut dicabut dan diganti dengan regulasi yang lebih proporsional dan menghormati prinsip kebebasan pers.
Dalam aksi itu, Bupati Tulangbawang sempat menemui langsung massa wartawan di halaman kantor pemerintah. Dengan lantang ia menyampaikan pernyataan yang kala itu disambut tepuk tangan dan sorakan dukungan.
“Bila perlu kita copot sekarang!” ujarnya dengan nada tegas, sembari menyelipkan tangan ke dalam saku, gestur yang oleh sebagian jurnalis dianggap simbol perlawanan terhadap kebijakan yang dinilai mengekang kebebasan pers.
Namun, janji tersebut hingga kini belum juga diwujudkan. SE Kominfo yang menjadi sumber polemik masih tetap berlaku, sementara aspirasi para jurnalis belum juga diakomodir secara nyata.
Kondisi ini menimbulkan kekecewaan di kalangan insan pers terhadap konsistensi pemerintah daerah.
Jurnalis Tulangbawang, Abdul Rohman, menyebut bahwa persoalan ini seharusnya bisa diselesaikan dengan kebijakan politik yang berpihak pada keterbukaan.
Sementara itu, Jeffry Pratama, salah satu perwakilan jurnalis, menilai akar persoalan justru ada pada keputusan politik di tingkat kepala daerah.
“Semua ini sederhana, tergantung kebijakan dari Bupati. Bila Bupati sudah memerintahkan pencabutan kebijakan itu, semua akan selesai tanpa gaduh,” ujarnya.
Jeffry juga menyoroti dasar hukum yang digunakan oleh Kominfo dalam menetapkan regulasi kerja sama media.
“Tidak ada aturan yang mewajibkan media harus terdaftar di Dewan Pers untuk bisa bekerja sama dengan pemerintah. Legalitas utama sebuah perusahaan media adalah SK Kemenkumham, bukan sertifikasi Dewan Pers. Dewan Pers hanya bersifat pelengkap, bukan penentu,” tegasnya.
Para jurnalis berharap agar janji-janji yang telah disampaikan Bupati Tulangbawang di hadapan publik dapat segera ditindaklanjuti secara nyata.
Polemik SE Kominfo Tulangbawang kini menjadi cermin relasi antara kekuasaan dan kebebasan berekspresi di tingkat daerah.
Di satu sisi, pemerintah memiliki tanggung jawab menata sistem kerja sama agar profesional, namun di sisi lain, jurnalis memiliki hak konstitusional untuk bekerja tanpa tekanan dan batasan kebijakan yang tidak berdasar.
Dalam konteks ini, kebijakan yang baik bukan sekadar soal administrasi, tetapi juga moralitas kepemimpinan dalam menjaga keseimbangan antara kepentingan birokrasi dan kemerdekaan informasi.
Sebab, di era transparansi publik, pemerintah yang menutup diri pada kritik justru akan kehilangan kepercayaan rakyatnya.
Hingga berita ini di turunkan Kominfo kabupaten Tulangbawang belum memberikan keterangan secara langsung. (Jeffry)