Tulang Bawang Barat — Aroma ketidakberesan dalam pengelolaan Dana Desa kembali menyeruak. Di Tiyuh Balam Asri, Kecamatan Way Kenanga, Kabupaten Tulangbawang Barat, CV. Anugerah Bersama mengaku kecewa berat karena pembayaran material proyek pembangunan desa belum juga dibayar oleh pemerintah tiyuh setempat.
Kepala Tiyuh Balam Asri, Hendro, hingga kini memilih bungkam dan menghindar dari konfirmasi.
Lia, perwakilan CV. Anugerah Bersama, menyampaikan kepada awak media bahwa pihaknya telah memasok material batu untuk proyek pembangunan di tiyuh tersebut, namun pembayaran yang dijanjikan sejak pencairan Dana Desa (DD) tahap dua tak kunjung direalisasikan.
“Saya sudah beberapa kali datang ke kantor dan rumah Pak Hendro, tapi tidak pernah ketemu. Dihubungi lewat telepon juga tidak direspons,” ujar Lia dengan nada kecewa, Sabtu (25/10).
Lia menambahkan, ia juga sempat mencoba berkomunikasi dengan beberapa perangkat tiyuh, namun tak memperoleh kepastian.
“Mereka hanya bilang tidak tahu-menahu soal utang material itu dan menyarankan saya menemui langsung Pak Hendro,” ujarnya lagi.
Langkah mediasi pun telah diupayakan. Lia mengaku telah menyampaikan persoalan ini kepada sejumlah anggota DPRD daerah pemilihan Way Kenanga, namun hingga kini belum ada respon konkret dari para wakil rakyat tersebut.
“Kalau masalah ini tidak segera diselesaikan dan tidak ada itikad baik dari Hendro, saya akan laporkan ke Inspektorat dan Polres Tulangbawang Barat,” tegas Lia.
Upaya konfirmasi yang dilakukan oleh tim media kepada Kepala Tiyuh Hendro, baik melalui kunjungan langsung maupun sambungan telepon, juga tidak membuahkan hasil.
Secara normatif, anggaran Dana Desa telah diatur dan tertuang dalam APBDes, mencakup kegiatan fisik dan non-fisik.
Namun dalam kasus ini, Hendro diduga berdalih menunggu pencairan tahap dua, padahal dana tersebut telah dicairkan beberapa bulan lalu.
Kondisi ini memunculkan pertanyaan serius di kalangan masyarakat: kemana sebenarnya aliran dana pembangunan itu?
Beberapa warga bahkan menduga sebagian dana desa tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi sang kepala tiyuh.
Seorang tokoh masyarakat yang enggan disebut namanya menuturkan, “Kalau benar dananya sudah cair, tapi masih berutang ke pihak ketiga, berarti ada yang tidak beres dalam pengelolaan Dana Desa.”
Masyarakat menilai kasus ini tidak boleh dibiarkan. Mereka mendesak agar Inspektorat Tulangbawang Barat dan Unit Tipikor Polres segera turun tangan melakukan audit terhadap pengelolaan Dana Desa di Tiyuh Balam Asri.
“Kami masyarakat ingin transparansi dan kejelasan. Kalau ada pelanggaran, harus ditindak sesuai hukum,” tegas salah satu warga setempat.
Langkah audit terbuka dan mediasi antara pihak CV. Anugerah Bersama dan Pemerintah Tiyuh dinilai menjadi solusi adil untuk menyelesaikan tunggakan pembayaran, sekaligus memulihkan kepercayaan publik terhadap pengelolaan keuangan desa.
Kasus di Tiyuh Balam Asri menjadi cermin sekaligus peringatan bagi seluruh kepala desa di Lampung.
Transparansi dan akuntabilitas dalam mengelola Dana Desa bukan hanya kewajiban moral, melainkan amanah hukum.
Dana publik bukan milik pribadi, dan setiap penyimpangan sekecil apa pun harus dipertanggungjawabkan di hadapan hukum dan masyarakat.
Keadilan tidak akan lahir dari kebisuan, dan tanggung jawab publik menuntut kepala desa untuk jujur, terbuka, dan profesional dalam menjalankan amanah pembangunan desa. (Rahmad)