TULANG BAWANG – Puluhan masyarakat adat Buay Mencurung Mesuji Lampung mendatangi istana untuk menyampaikan aspirasi konflik agraria dengan perusahaan perkebunan sawit PT Sumber Indah Perkasa (SIP). Masyarakat memakai pakaian adat Lampung dengan membawa tanah dan tandan buah sawit yang disimpan dalam wadah penapis beras dalam menyampaikan aspirasi di depan istana Presiden hari ini (14/06/2022)
Konflik yang diciptakan perkebunan sawit sudah berlangsung sejak 32 tahun yang lalu. Proses pemiskinan struktural telah lama dilakukan perusahaan yang mengakibatkan masyarakat adat harus kehilangan alat produksi. Karena itu menuntut kepada perusahaan PT SIP untuk membayar ganti rugi ganti rugi demi memulihkan kehidupan yang telah dirampas selama 32 tahun.
Selain itu Masyarakat Adat Buay Mencurung menuntut pemerintah untuk segera mencabut Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan perkebunan sawit PT Sumber Indah Perkasa (SIP) dan mengembalikan lahan adat Buay Mencurung.
Lokasi tanah yang dituntut Marga Suay Umpu-Buay Mencurung meliputi 6 Umbulan yaitu Umbul Pesewo Mencurung, Umbul medinah, Umbul Kubu Kambing, Umbul Sedang Satu, Umbul Sedang Dua, Umbul Gemuruh yang berada di Desa Talang Batu, Kabupaten Mesuji, Provinsi Lampung.
Kronologi konflik PT SIP dengan masyarakat adat bermula pada penerbitan Surat Keputusan Gubernur Nomor 503.525/1778/Bappeda/II/1989 tentang izin prinsip pembangunan PR-BUN Kelapa Sawit di Kecamatan Mesuji Manggala Kabupaten Lampung Utara tentanggal 12 Juni 1989. Ironisnya, lahan – lahan itu milik masyarakat adat Buay Mencurung yang sudah menjadi lahan turun temurun sebelum Indonesia merdeka.
Aspirasi masyarakat adat Buay Mencurung didampingi Komite Kerja Kawal Program Reformasi Agraria Jokowi/KK-KPRA yang terdiri dari lembaga BARA JP Lampung, Gabungan Petani Lampung (GPL), Advokat dan Mediator Basuki dan Koperasi Buay Mencurung. (Red)