LAMPUNG – Indonesia saat ini tengah menghadapi gelombang tantangan berat akibat dampak krisis global yang melanda berbagai sektor, mulai dari ekonomi, sosial, hingga stabilitas politik.
Gejolak ini tidak lepas dari tekanan internasional seperti ketidakstabilan geopolitik, inflasi global, serta gangguan rantai pasok yang belum sepenuhnya pulih sejak pandemi dan konflik di beberapa kawasan dunia.
Dalam beberapa bulan terakhir, harga kebutuhan pokok melonjak tajam di berbagai daerah. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan angka inflasi tahunan mencapai 9,2% pada Juli 2025 – tertinggi sejak krisis moneter 1998. Kenaikan harga BBM, bahan pangan, serta biaya transportasi menjadi penyumbang utama.
Sementara itu, dunia usaha juga mengalami tekanan. Banyak pelaku UMKM terpaksa gulung tikar akibat tingginya biaya produksi dan lemahnya daya beli masyarakat.
Sektor industri besar pun tidak luput dari dampak ini, dengan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal yang terjadi di beberapa kawasan industri di Jawa Barat dan Banten.
Di sisi lain, kondisi sosial-politik dalam negeri turut memanas. Unjuk rasa mahasiswa dan buruh marak terjadi di sejumlah kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan.
Mereka menuntut pemerintah untuk mengambil langkah tegas dan konkret dalam menstabilkan ekonomi serta menjamin kesejahteraan rakyat kecil.
Presiden Prabowo dalam pidatonya di Istana Merdeka pada peringatan HUT ke-80 Republik Indonesia kemarin menyatakan bahwa pemerintah sedang mengupayakan langkah-langkah strategis untuk meredam dampak krisis.
Termasuk di antaranya adalah pemberian subsidi tambahan, stimulus fiskal, serta kerja sama bilateral dengan negara-negara mitra untuk menjaga ketahanan energi dan pangan nasional.
“Kita tidak sendiri dalam menghadapi badai ini. Banyak negara lain juga tengah berjuang. Namun kita harus menunjukkan bahwa bangsa Indonesia mampu bertahan, bahkan bangkit lebih kuat,” ujar President Prabowo dengan nada optimis.
Pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia, Dr. Rahma Dewi, mengatakan bahwa kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat menjadi kunci untuk melewati masa sulit ini.
“Krisis global memang tak terhindarkan, tapi bagaimana kita mengelola respons di dalam negeri akan menentukan seberapa cepat kita bisa pulih,” ujarnya.
Meski situasi belum menunjukkan tanda-tanda membaik secara signifikan, semangat gotong royong dan solidaritas antarwarga menjadi harapan besar dalam menjaga stabilitas nasional.
Dari dapur umum di kampung-kampung hingga gerakan solidaritas digital, rakyat Indonesia kembali membuktikan kekuatan persatuan di tengah badai krisis. (Jeffry)